pemakaman adat toraja |
Banyak juga tradisi atau adat di tana toraja, salah satunya rambu solo yang sudah menjadi tradisi turun temurun yang di lakukan suku toraja.
Rambu solo adalah upacara adat yang bersifat acara pemakaman atau kematian oleh suku toraja, menurut kepercayaan bagi masyarakat suku toraja leluhur mereka orang toraja datang dari surga menggunakan tangga kemudian tangga itu juga di gunakan oleh suku toraja untuk berhubungan dengan sang dewa pencipta.
Rambu solo memiliki arti dalam bahasa toraja yaitu asap yang mengarah kebawah, asap yang arahnya kebawah memiliki arti titus-ritus persembahan (asap) untuk orang yang sudah meninggal, yang biasa di laksanakan pada pukul 12 saat matahari mulai turun. Tradisi ini juga sering di juluki aluk rampe matampu, ritus-ritus di sebelah barat karena sesudah jam 12 matahari akan berada di sebelah barat.
Sebab itulah mengapa ritus-ritus persembahan biasa di laksanakan di sebalah barat tongkonan, atau rumah adat toraja. Dalam acara ini tidak ada undangan khusus untuk orang-orang yang akan menghadiri situs ini, karena setiap masyarakat toraja menyadari bahwa mereka terhisab pada persekutuan suku toraja dan nilai-nilainya hanya bisa di hayati secara benar dan eksistensial bagi orang toraja.
Dalam upacara adat ini di tentukan dengan status orang yang telah meninggalnya, dalam masyarakat suku toraja biasa di kenal sebagai tana atau kelas, ada beberapa stratifikasi yang terbagi dalam upacara rambu solo di antaranya sebagai berikut.
1. didedekan palungan yang berlaku bagi semua tana atau kelas
2. disili yang berlaku bagi semua kelas
3. dibai tungga yang berlaku bagi semua kelas
4. dibai a’pa yang berlaku bagi semua kelas
5. tedong tungga yang berlaku bagi semua kelas
6. tedong tallu atau tallung bongi yang berlaku untuk tana’karurung ke atas
7. tedong pitu, limang bongi yang berlaku untuk tana’bassi
8. tedong kasera, pitung bongi yang berlaku untuk tana’bassi dan tana’bulaan
9. rapasan yang berlaku untuk tana’bassi dan tana’bulaan.
Jenis upacara yang pertama dan kedua biasa di laksanakan untuk upacara kematian anak-anak, kemudian ketiga dan ke empat hanya berlaku bagi para budak, dan jenis yang ke lima berlaku bagi semua kelas, termasuk juga budak asal mampu atau sanggup membiayai semua prosesi namun dengan alasan ekonomis jenis upacara yang ke tujuh merupakan yang paling sering di laksanakan.
Sistem kepercayaan yang diterapkan atau di anut oleh suku toraja adalah kepercayaan animisme poiteistik yang biasa suku toraja menyebutnya aluk atau jika di artikan “ Jalan”.
Bagi mereka upacara ini sangatlah harus dan penting untuk di laksanakan guna melanjutkan tradisi leluhur yang dari dulu di adakan, namun upacara ini dibutuhkan dana yang cukup besar.
Semakin seseorang yang meninggal itu kaya atau semakin berkuasanya seseorang yang sudah meninggal, maka biaya untuk mengadakan upacara rambo solo pun akan samakin tinggi dana yang harus di keluarkan.
Prosesi upacaranya pun akan berlangsung cukup lama, biasanya upacara kematian rambu solo memakan waktu berhari-hari sekitar 2-3 hari bahkan 2 minggu jika yang meninggal turunan bangsawan dan upacara di mulai pada siang hari saat matahari telah condong ke barat.
Untuk peletakan jenazah atau mayat biasanya akan di letakan diatas tebing bukit batu, karena menurut kepercayaan aluk to dolo atau kalangan masyarakat tana toraja semakin tinggi jenazah itu di letakan atau di makamkan maka akan cepat pula rohnya sampai ke akhirat.
Tempat pelaksanaan upacara rambu solo biasa di sebut rante, tempatnya biasa di tanah yang lapang dan padang rumput yang luas. Upacara rambu solo biasa akan di adakan jika orang yang meninggal sudah berminggu-minggu, berbulan-bulan atau tahunan yang lalu sejak kematiannya, adanya ini agar pihak keluarga bisa menyiapkan dana untuk melakukan upacara rambu solo.
Mereka suku toraja percaya bahwa yang namanya kematian atau ajal itu tidak datang dengan tiba-tiba, namun juga merupakan proses awal menuju puya atau akhirat.
Rambu solo juga di adakan prosesi pemotongan kerbau, dan jika orang yang meninggal itu kaya harta maka banyak juga kerbau yang akan di sembelih, saat proses penyembelihan kerbau biasanya dengan di iringi dengan musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah kerbau yang muncrat menggunakan bambu panjang.. Mereka percaya bahwa orang yang meninggal akan membutuhkan seekor kerbau untuk membantu melakukan perjalanan dan dengan menggunakan kerbau maka perjalanan ke puya akan semakin cepat.
Komentar
Posting Komentar